14 Apr 2010

PROSPEK BUDIDAYA PENGGEMUKAN KEPITING BAKAU (scylla sp) KOTA TARAKAN

Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan luas perairan laut termasuk zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) sekitar 5.8 juta kilometer persegi atau 75% dari total wilayah Indonesia. Wilayah laut tersebut ditaburi lebih dari 17.500 pulau dan dikelilingi garis pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan terpanjang di dunia setelah Kanada. Di sepanjang pantai tersebut, yang potensi sebagai lahan tambak ± 1.2 juta Ha. Yang digunakan sebagai tambak udang baru 300.000 Ha. (Dahuri, 2005). Sisanya masih tidur. Artinya, peluang membangunkan potensi tambak tidur dan tambak alih lahan tersebut untuk budidaya kepiting masih terbuka lebar. Dan salah satu daerah yang mempunyai potensi tersebut adalah Kota Tarakan Kalimantan Timur.
Sumberdaya kelautan dan perikanan merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, dan selama ini, udang menjadi andalan ekspor non-migas Indonesia. Namun, sejak serangan virus white spot, produksi udang tambak menurun drastis. Kontaminasi antibiotik pada udang Indonesia yang memberikan dampak penolakan ekspor ini mungkin ada kaitannya dengan serangan virus tersebut, Oleh karena itu usaha budidaya penggemukan kepiting terus meningkat karena lebih menguntungkan dan prospek kedepannya cerah.

Potensi lahan budidaya kepiting bakau yang dimiliki Kota Tarakan ± 22,5 Ha, terdiri dari ± 605 buah petakan kepiting dengan ukuran beragam antara 5x20 m sampai 15 x 25 m. Usaha budidaya penggemukan kepiting bakau di Kota Tarakan ini belum lama berkembang yaitu dari bulan September 2008 jadi sekitar 1,5 tahun yang lalu. Siklus budidaya penggemukan kepiting bakau mulai dari persiapan hingga pasca panen bekisar 22-25 hari. Tingkat kelangsungan hidup penggemukan kepiting bakau berkisar antara 30-65 %. Sehingga diperkirakan setiap bulannya budidaya penggemukan kepiting bakau ini menghasilkan ± 27-58 ton (observasi lapangan sumber : ardi pengusaha kepiting).

Di dunia, kepiting bakau sendiri terdiri atas 4 spesies dan keempatnya ditemukan di Indonesia, yakni: kepiting bakau merah (scylla olivacea) atau di dunia internasional dikenal dengan nama “red/orange mud crab”, kepiting bakau coklat (s.serrata) yang dikenal sebagai “giant mud crab” karena ukurannya yang dapat mencapai 2-3 kg per ekor, s. tranquebarica (kepiting bakau ungu) juga dapat mencapai ukuran besar dan s. paramamosain (kepiting bakau hijau).

Kepiting banyak diminati dikarenakan daging kepiting tidak saja lezat tetapi juga menyehatkan. Daging kepiting mengandung nutrisi penting bagi kehidupan dan kesehatan. Meskipun mengandung kholesterol, makanan ini rendah kandungan lemak jenuh, merupakan sumber Niacin, Folate, dan Potassium yang baik, dan merupakan sumber protein, Vitamin B12, Phosphorous, Zinc, Copper, dan Selenium yang sangat baik.
Selenium diyakini berperan dalam mencegah kanker dan pengrusakan kromosom, juga meningkatkan daya tahan terhadap infeksi virus dan bakteri. Untuk kepiting lunak/soka, selain tidak repot memakannya karena kulitnya tidak perlu disisihkan, nilai nutrisinya juga lebih tinggi, terutama kandungan chitosan dan karotenoid yang biasanya banyak terdapat pada kulit semuanya dapat dimakan.
Kepiting tersebut diekspor dalam bentuk segar/hidup, beku, maupun dalam kaleng. Di luar negeri, kepiting merupakan menu restoran yang cukup bergengsi. Dan pada musim-musim tertentu harga kepiting melonjak karena permintaan yang juga meningkat terutama pada perayaan-perayaan penting seperti imlek dan lain-lain. Pada saat-saat tersebut harga kepiting hidup di tingkat pedagang pengumpul dapat mencapai Rp.120.000,- per kg yang pada hari biasa hanya Rp.55.000,- untuk grade CB (betina besar berisi/bertelur, ukuran > 250 g/ekor) dan Rp.45.000,- untuk LB (jantan besar berisi, ukuran > 300g- 1000g/ekor).

Bukan hanya dagingnya yang mempunyai nilai komersil, kulitnyapun dapat ditukar dengan dollar. Kulit kepiting diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber chitin, chitosan dan karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut memegang peran sebagai anti virus dan anti bakteri dan juga digunakan sebagai obat untuk meringankan dan mengobati luka bakar. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai bahan pengawet makanan yang murah dan aman.

Sayang, prospek bisnis yang sangat menjanjikan ini belum mendapat perhatian yang cukup dari pengusaha. Padahal mulai dari pembenihan hingga budidayanya menjanjikan keuntungan yang besar. Banyak faktor yang menyebabkan investasi dan usaha di bidang kelautan pada umumnya sangat rendah. Tapi yang paling utama adalah kebijakan pembangunan ekonomi yang belum memihak ke bidang ini serta belum dipahaminya potensi dan peluang usaha (bisnis) di bidang ini oleh kalangan pengusaha, pemerintah, dan stakeholders lainnya.

Kemudian harga kepiting yang rendah dinilai menyebabkan tingkat kesejahteraan nelayan Kalimantan belum juga membaik. Terlebih untuk modal pengembangan usahanya. Hasil tangkapan nelayan itu juga sangat kecil, belum mampu memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat setiap tahunnya. Untuk pasar domestik kepiting bakau tahun 2004 saja membutuhkan pasokan 20.903 ton. Apalagi tahun-tahun belakangan ini.

Selain itu, apabila ingin menjadikan kepiting sebagai komoditas unggulan maka penangkapan dari alam saja tidaklah cukup. Bahkan penangkapan yang berlebihan dapat mengancam kelestarian hewan ini. Karena itu, budidaya adalah pilihan yang tepat.

Thank's To : Ardi Pengusaha Penggemukan Kepiting Bakau (scylla sp)
Dosen Pembimbing 1 Heppi Iromo, SPi MSi FPIK UBT
Dosen Pembimbing 2 Azis SPi MSi FPIK UBT
http://bisnisukm.com/kepiting-bakau-sebagai-salah-satu-potensi-daerah-kalimantan.html